blank

hhh"/> hhh"/>
rakiz_blank. Diberdayakan oleh Blogger.

diantaramoe

My Slideshow: Diantaramoe’s trip to Bali, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Bali slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

claver's

Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com
Read more: http://epg-studio.blogspot.com/2010/03/mengganti-penampilan-kursor.html#ixzz1zkrh3e3n
RSS

Kamis, 30 Agustus 2012

diandra

Ini untukmu Diandra, nama yang menjadi separuh ingatanku. Mungkin cuma kemungkinan yang mampu aku persembahkan untuk kenyataan yang masih merupakan masa depan, jika esok masih akan hadir. Aku tak berani memastikan semuanya, bahkan sedetik setelahnya pun masih menjadi rahasia bagiku, kau rahasiaku, rahasia yang masih menjadi rahasia. Bukan angin yang menerbangkanku, bukan pula sayap yang mengepakkan diri untukku, tapi gravitasi menolakku, dia mengabaikanku, bahkan dia rela membangkang, menyalahi hukum kekealannya. Kematian itu hidup, Diandra, dia ada, dan dia berada, dia mampu membunuh, dan dia pasti, tak seperti diriku padamu yang hanya sebatas kemungkinan. Maka, bila kematian itu mdnjadi cita-cita, janganlah khawatir tak akan meraihnya. Ini untukmu, Diandra, wajah yang masih samar namun sudah sangat lazim dalam sketsa penglihatanku. Deretan bilangan desimal menempatkanmu di urutan tak teridentifikasi, meski aku mampu menghitung dan menulisnya. Kau masih absurd, namun nyata dalam keabsurdannya. Ini untukmu, Diandra, pesan yang selalu hanya tersimpan dalam kotak outboxku, entah ke alamat mana tujuan sebenarnya. Ini dirimu, Diandra, sosok sesederhana kalimat itu tertuliskan dalam catatan-catatan saku yang usang. Ini sejarah, Diandra, di mana kematian tak mampu membunuhnya, dan itulah tempatmu.

diandra1

5...................4................................3.............................................2..................................1............................. Mari kita mulai, ada beberapa perjanjian yang telah disepakati, juga ada beberapa daftar warisan yang siap diturunkan kepadamu, ini dia 1. Kehidupan secara umum 2. Tentang waktu 3. Hukum gravitasi 4. Fotosintesis 5. Atom 6. Tujuan hidup 7. Konflik dengan kenyataan 8. Komedi 9. Membaca sendiri 10. Keberadaan 11. Kematian 12. Perbedaan 13. Persamaan 14. Sejarah 15. Batas 16. Ukuran 17. Bentuk 18. Bilangan matematis 19. Kecintaan 20. Sistematis logika sudah siap? Kehidupan secara umum berusaha mengecilkan sesuatu yang sangat besar. Ini lebih mudah untuk kau genggam. Anggaplah sebuah kursi itu bisa dilipat, sehingga kau mampu membawanya ke mana-mana, itulah kedudukanmu. Pikiran kita terkadang terlalu besar, terlalu luas, hingga tak ada tempat dan tak cukup waktu untuk menampung dan membahasnya satu per satu. Maka dengan "umum' yang beliau wariskan ini setidaknya kau mampu meraih gambaran besarnya, selebihnya bairkan kenyataan mendewaswakanmu. Jangan merumitkan sesuatu, bairkan ia rumit dengan sendirinya, agar ia lepas, agar ia bebas, agar ia bisa lumrah, lazim, dan biasa dalam persepsimu. Seperti cinta. Cinta itu biasa hanya saja merasakannya sungguh luar biasa. Aku Diandra, sosok yang bertugas menyampaikan warisan ini kepadamu. Ini baru yang pertama, sampai jumpa di urutan ke dua sampai duapuluh nantinya, semoga kita tidak mandek sebelum ia genap.

menulis waktu

Aku ingin menulis waktu. Akhirnya, kali ini. Sampai sudah. Setelah perjalanan yang kadang melelahkan, kadang menjemukan, dan kadang-kadang cuma sebatas kadang-kadang ini aku akhirnya sampai pada satu keinginan yang begitu lama belum bisa terwujud.

WAKTU

Begitulah aku mendengarnya, melihatnya, mengenalnya, dan barulah saat ini aku berani menulisnya di sini, di sini, di halaman yang akan menjelaskan ini, penjelasan subyektif seorang yang ingin.

Sudah lama aku menguntitnya, aku menelusurinya, memikirkan berbagai macam teori-teori ilmiah dan teori-teori sinting, ternyata dia tak ada di keduanya.

Belakangan ini, ketika aku sadar bahwa aku sudah di depan, aku perlahan lupa menoleh ke belakang, bahkan semakin parah lagi, aku lupa cara menoleh. Belakangan ini aku hanya merangkai teks-teks yang sebenarnya mati, hanya mata-mata yang membacalah telah menghidupkannya, terima kasih untukmu wahai mata-mata yang begitu setia membaca, kau telah menghidupkan teks ku.

Waktu bukan sebuah teori. Ia berjalan dengan sangat apatis. Apatisme tertinggi ada pada waktu, bahkan sebegitu besar kau menghargainya toh dia akan tetap berlalu dengan kecepatannya yang konstan. Waktu adalah simbolis kesetiaan, di mana dia tidak melakukan percepatan, dia tidak peduli pada energi-energi stimulus, dia akan setia pada tugasnya. Waktu cuma satu, hanya saja jatah manusia berbeda, dan kita mendapatkan perjalanannya sebagai jatah, bukan mendapatkan sebagian darinya.

Tidak selalu definisi membuatmu mengerti. Seperti aku padamu, aku pada waktu, kamu pada waktu, kita pada waktu, dan waktu pada kita. Haruskah teori-teori meluruskan semuanya? Sementara waktu tak pernah peduli, dia hanya setia pada hakikatnya.

Kita ini makhluk, waktu tidak, meski ia bergerak, ia tak hidup, ia hanya menghidupkan kita. Nyawa pun tak berarti tanpa perjalanan waktu, maka aku mencintaimu seperti waktu, bukan menganalogikan cinta untuk mengsusung romantisme dan idealisme. Hanya memberikanmu sebuah penggambaran. Toh seperti tak selalu sama, bahkan tak akan pernah sejajar, sementara analogi membuatmu mati pada usaha menyamakan dan mensejajarkan.

Rangkaian aktivitas membutuhkan waktu, namun waktu tak membutuhkan rangkaian itu, dia tak akan habis, dia selalu ada sampai Tuhan betul-betul menghentikannya.

Untuk teks-teks yang dulunya mati, mata-mata membaca telah menghidupkannya, dan waktu yang telah menyempatkan semuanya.

Untuk Matar yang selalu terasa, Gandi yang selalu ikut bersamaku, Silviana yanng menggeliat, Diandra yang misterius, dam Silvika yang berwarna. Maka nama hanya sebagian cara mengenalmu. Dan aku butuh waktu memberimu nama juga mengenalmu.

Untuk tanda baca, kau membingungkan, namun aku refleks, aku bersimpati, aku sempat, karena waktu menyempatkanku.

Untuk teks-teks yang berbahasa, atau hanya diam di tempat menunggu bahasa membahasakannya, rupanya objektifitas itu gagal. Subyektifitas yang majemuk justru membuatnya kaya.

Untuk mata-mata yang membaca, waktu telah menyempatkanmu, untukku yang menyematkan teks pada hatiku, waktu telah menyempatkanku.

Untuk pertemuan dan perpisahan, waktu telah menyempatkanmu.
Untuk kebearadaan, waktu telah mengadakan.

Hai......untuk yang lupa menoleh sepertiku. Aku mencintaimu, karena Tuhan telah mengizinkanku, dan waktu telah menyempatkanku.

Untuk kita yang masih sempat, waktu masih menyempatkan kita.

SEPUCUK SURAT TAK TERBACA


Hanya memulai itu sebuah acuan lantas kau mengagungkannya Kemudian tengah itu proses kau menyungguhinya Dan akhir itu hasil kau mengejarnya Adalah air yang hampir menyamai waktu Ialah kagum yang hampir menyamai cinta Dan mati yang berhasil menyerupai hidup Terlahirlah atom-atom Berkumpullah mereka dalam sebuah medan, bereaksilah mereka membentuk partikel, lalu unsur, lalu senyawa Kitakah kimia itu? Berwujudlah yang nyata, setelah ia berbentuk, setelah ia tercitra, lalu ia bernama, lalu ia berdefinisi, lalu ia terurai kembali, dan muncullah pemahaman-pemahaman, lalu ia diteliti, lalu ia diteorikan, lalu ia menjadi panutan Berbekaslah sebuah sejarah, setelah ia menjadi kini, setelah ia hanya kemarin, setelah ia sebatas masa lampau, setelah ia berhasil dikenang Terhidanglah makanan, setelah ia hanya tumbuhan, hewan, setelah ia ditemukan, setelah ia diketahui bergizi, setelah ia diolah, kemudian terhidang, kemudian dikunyah, kemudian dicerna, kemudian berfaedah Bersembunyilah hitam, di balik cerah warna warni, dibalik gradasi indah, di balik pelangi, di balik putih, di balik hitam yang tak cukup pekat Terlahirlah manusia, setelah ia hanya embrio, setelah ia menginap di rahim, setelah ia dibisikkan Tuhan, kemudian ia bernama, kemudian ia tumbuh, kemudian ia belajar, kemudian ia mengotori diri lalu meminta maaf, kemudian ia mengulangi kesalahan, lalu ia malu, kemudian ia berhasil setelah ia gagal, kemudian ia gagal hingga ia mati, hingga ia hijrah, hingga ia harus menyerahkan segala pinjamannya Berkata-katalah bahasa, setelah ia hanya sebatas titik, kemudian menjadi garis, kemudian menjadi huruf, kemudian menjadi kata, kemudian menjadi kalimat, kemudian berbentuk paragraf, kemudian ia bercerita, kemudian ia bermakna Diketahuilah kehidupan setelah kita sadar, setelah kita lelah bersenda gurau, setelah kita jemu berbaring, setelah kita penat dengan udara, ketika kita habis di ketiadaan, ketika kita merasa butuh, ketika kita merasa ingin, ketika semua harus terpenuhi, lantas ia harus terus berlanjut Sepucuk surat, ia aktif, tidak dalam kaidah, tidak dalam penemuan, tidak dalam pencitraan, tidak dalam hukum pemaknaan, tidak dalam alam bawah sadar, tidak dalam dinamika, tidak dalam keharusan, tidak dalam keperluan, semua begitu saja tanpa ada yang tahu, mungkin tanpa sempat membaca Kemudian kita bertanya, siapa aku? Kau siapa? Kita di mana? Kita harus melakukan apa? Lalu terseretlah sepucuk surat aktif terbawa angin bersama debu, setelah meniup rumput, bunga-bunga, semak belukar, padan ilalang, udara yang diam, sementara gravitasi tak kuasa menariknya rapat dengan tanah, sang lantai bumi yang luas Terbersitlah cinta, kemudian manusia merasa, kemudian menikmati, kemudian merasa indah, kemudian abjad pun terlibat, berpadu, sedikit memaknai, banyak memolesi, membuatnya indah, membuatnya terlihat, terdengar agung, ada juga yang membuatnya seperti lelucon, kekanak-kanakan, feminis, cengeng, air mata, pengorbanan yang bodoh, alibi-alibi atas kesalahan, pertahanan terkuat, gelak tawa di sepanjang perjalanan waktu, hingga kita lupa bahwa ada waktu yang terus berlalu, dan tak akan menunggu Membumilah puisi, atas nama cinta, atas nama Tuhan, atas nama keluarga, atas nama kehidupan, atas nama aksara, atas nama identitas, hilang tanpa ada apa-apa, hanya selembar surat tak terbaca Kemudian setelah semuanya, semua tanpa sisa, semua yang bersembunyi akan terkuak Semua yang berpadu akan berpisah, semua yang terurai akan berjalan sendiri, mengikuti keharusan, menuruti aturan, tak ada kebebasan, tak ada pengekangan, tak ada apa-apa Dan Semuanya akan berhenti, waktu tak akan berhenti, ia terus melaju, mengikuti perintah Sang Maha Tahu, walau ia sendiri tak tahu mengapa harus terus melaju, walau ia tak tega harus terus tega Kita hanya miniatur, kecil, walau ada yang luas di luar sana, mungkin hanya analogi yang hiperbola, mungkin saja puisi tak akan pernah bermakna, selembar surat tak terbaca, tersimpan penuh debu dalam lemari bersama peluh, bersama tangis, bersama bibir yang merekah, bersama perasaan yang terkuras habis, kering, terjemur, terbakar dan hangus, abunya pun lenyap ditiup Tuhan Keluarlah yang kita yakini, ia berjejer menanyai mata, menanyai telinga, menanyai lidah, menanyai kulit, menanyai hidung, ,menanyai sekujur tubuh, dan hati tak pernah berdusta, ia tega seperti waktu, mereka adil, kita yang tak bertanggungjawab Kemudian aku tak mampu lagi menulis lalu, menulis kemudian, menulis setelah itu, aku tidak tahu, kau pun tidak tahu, hanya pasrah, berserah, tanpa sempat lagi bergegas, tanpa sempat lagi berpuisi, tanpa sempat lagi berkata, puisi sang surat tak terbaca adalah diriku, tertiup angin bersama debu, bersama partikel udara yang mengurai kembali menajdi atom-atom tunggal, egois, enggan menyatu, dan klorofil pun tak mau melahirkan oksigen Kenyangkah dirimu? Apakah kau akan sangat menghargai awal, begitu menyungguhi tengah, dan setia menanti akhir Itu saja? Apakah kau akan berkata akulah puisi yang tak sempat terbaca, maka bacalah aku saat ini Dan Semuanya tak sempat lagi

ALUNAN PUISI HILANG


Tersenyumlah saat kau melihatku, karna saat itu aku tak berada di dekatmu.
Dan menangislah saat kau mengingatku, karna saat itu aku tak berada di sampingmu.
Tetapi pejamkanlah mata indahmu itu, karna saat itu aku akan terasa ada di dekatmu.
Karna aku telah berada dihatimu untuk selamanya.
Tak ada yang tersisa lagi untukku, selain kenangan-kenangan yang indah bersamamu.
Mata indah yang dengannya aku biasa melihat keindahan cinta, mata indah yang dahulu adalah milikku, kini semuanya terasa jauh meninggalkanku.
Kehidupan terasa kosong tanpa keindahanmu.
Hati, cinta dan rinduku adalah milihkmu.
Cintamu takkan pernah membebaskanku.
Bagaimana mungkin aku terbang mencari cinta yang lain? saat sayap-sayapku telah patah karnamu.
Cintaku akan tetap tinggal bersamamu, hingga akhir hayatku dan setelah kematian.
Hingga tangan tuhan akan menyatukan kita lagi.
Betapapun hati telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan yang tengah menghidupkan sinar hidupku, namun tak dapat menyinari dan menghangatkan perasaanku yang sesungguhnya.
Aku tidak bisa menemukan cinta yang lain selain cintamu, karna aku tertekan dingin oleh sosok dirimu dalam jiwaku.
Kau takkan pernah terganti, bagai pecahan logam yang mengekalkan kesunyian, kesendirian dan kesedihanku.
Kini, aku telah kehilanganmu.