blank

hhh"/> hhh"/>
rakiz_blank. Diberdayakan oleh Blogger.

diantaramoe

My Slideshow: Diantaramoe’s trip to Bali, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Bali slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

claver's

Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com
Read more: http://epg-studio.blogspot.com/2010/03/mengganti-penampilan-kursor.html#ixzz1zkrh3e3n
RSS

Kamis, 30 Agustus 2012

SEPUCUK SURAT TAK TERBACA


Hanya memulai itu sebuah acuan lantas kau mengagungkannya Kemudian tengah itu proses kau menyungguhinya Dan akhir itu hasil kau mengejarnya Adalah air yang hampir menyamai waktu Ialah kagum yang hampir menyamai cinta Dan mati yang berhasil menyerupai hidup Terlahirlah atom-atom Berkumpullah mereka dalam sebuah medan, bereaksilah mereka membentuk partikel, lalu unsur, lalu senyawa Kitakah kimia itu? Berwujudlah yang nyata, setelah ia berbentuk, setelah ia tercitra, lalu ia bernama, lalu ia berdefinisi, lalu ia terurai kembali, dan muncullah pemahaman-pemahaman, lalu ia diteliti, lalu ia diteorikan, lalu ia menjadi panutan Berbekaslah sebuah sejarah, setelah ia menjadi kini, setelah ia hanya kemarin, setelah ia sebatas masa lampau, setelah ia berhasil dikenang Terhidanglah makanan, setelah ia hanya tumbuhan, hewan, setelah ia ditemukan, setelah ia diketahui bergizi, setelah ia diolah, kemudian terhidang, kemudian dikunyah, kemudian dicerna, kemudian berfaedah Bersembunyilah hitam, di balik cerah warna warni, dibalik gradasi indah, di balik pelangi, di balik putih, di balik hitam yang tak cukup pekat Terlahirlah manusia, setelah ia hanya embrio, setelah ia menginap di rahim, setelah ia dibisikkan Tuhan, kemudian ia bernama, kemudian ia tumbuh, kemudian ia belajar, kemudian ia mengotori diri lalu meminta maaf, kemudian ia mengulangi kesalahan, lalu ia malu, kemudian ia berhasil setelah ia gagal, kemudian ia gagal hingga ia mati, hingga ia hijrah, hingga ia harus menyerahkan segala pinjamannya Berkata-katalah bahasa, setelah ia hanya sebatas titik, kemudian menjadi garis, kemudian menjadi huruf, kemudian menjadi kata, kemudian menjadi kalimat, kemudian berbentuk paragraf, kemudian ia bercerita, kemudian ia bermakna Diketahuilah kehidupan setelah kita sadar, setelah kita lelah bersenda gurau, setelah kita jemu berbaring, setelah kita penat dengan udara, ketika kita habis di ketiadaan, ketika kita merasa butuh, ketika kita merasa ingin, ketika semua harus terpenuhi, lantas ia harus terus berlanjut Sepucuk surat, ia aktif, tidak dalam kaidah, tidak dalam penemuan, tidak dalam pencitraan, tidak dalam hukum pemaknaan, tidak dalam alam bawah sadar, tidak dalam dinamika, tidak dalam keharusan, tidak dalam keperluan, semua begitu saja tanpa ada yang tahu, mungkin tanpa sempat membaca Kemudian kita bertanya, siapa aku? Kau siapa? Kita di mana? Kita harus melakukan apa? Lalu terseretlah sepucuk surat aktif terbawa angin bersama debu, setelah meniup rumput, bunga-bunga, semak belukar, padan ilalang, udara yang diam, sementara gravitasi tak kuasa menariknya rapat dengan tanah, sang lantai bumi yang luas Terbersitlah cinta, kemudian manusia merasa, kemudian menikmati, kemudian merasa indah, kemudian abjad pun terlibat, berpadu, sedikit memaknai, banyak memolesi, membuatnya indah, membuatnya terlihat, terdengar agung, ada juga yang membuatnya seperti lelucon, kekanak-kanakan, feminis, cengeng, air mata, pengorbanan yang bodoh, alibi-alibi atas kesalahan, pertahanan terkuat, gelak tawa di sepanjang perjalanan waktu, hingga kita lupa bahwa ada waktu yang terus berlalu, dan tak akan menunggu Membumilah puisi, atas nama cinta, atas nama Tuhan, atas nama keluarga, atas nama kehidupan, atas nama aksara, atas nama identitas, hilang tanpa ada apa-apa, hanya selembar surat tak terbaca Kemudian setelah semuanya, semua tanpa sisa, semua yang bersembunyi akan terkuak Semua yang berpadu akan berpisah, semua yang terurai akan berjalan sendiri, mengikuti keharusan, menuruti aturan, tak ada kebebasan, tak ada pengekangan, tak ada apa-apa Dan Semuanya akan berhenti, waktu tak akan berhenti, ia terus melaju, mengikuti perintah Sang Maha Tahu, walau ia sendiri tak tahu mengapa harus terus melaju, walau ia tak tega harus terus tega Kita hanya miniatur, kecil, walau ada yang luas di luar sana, mungkin hanya analogi yang hiperbola, mungkin saja puisi tak akan pernah bermakna, selembar surat tak terbaca, tersimpan penuh debu dalam lemari bersama peluh, bersama tangis, bersama bibir yang merekah, bersama perasaan yang terkuras habis, kering, terjemur, terbakar dan hangus, abunya pun lenyap ditiup Tuhan Keluarlah yang kita yakini, ia berjejer menanyai mata, menanyai telinga, menanyai lidah, menanyai kulit, menanyai hidung, ,menanyai sekujur tubuh, dan hati tak pernah berdusta, ia tega seperti waktu, mereka adil, kita yang tak bertanggungjawab Kemudian aku tak mampu lagi menulis lalu, menulis kemudian, menulis setelah itu, aku tidak tahu, kau pun tidak tahu, hanya pasrah, berserah, tanpa sempat lagi bergegas, tanpa sempat lagi berpuisi, tanpa sempat lagi berkata, puisi sang surat tak terbaca adalah diriku, tertiup angin bersama debu, bersama partikel udara yang mengurai kembali menajdi atom-atom tunggal, egois, enggan menyatu, dan klorofil pun tak mau melahirkan oksigen Kenyangkah dirimu? Apakah kau akan sangat menghargai awal, begitu menyungguhi tengah, dan setia menanti akhir Itu saja? Apakah kau akan berkata akulah puisi yang tak sempat terbaca, maka bacalah aku saat ini Dan Semuanya tak sempat lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar